Pengertian Asbabun Nuzul Al Quran Secara etimologi Asbabun Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “Asbab” dan “Nuzul”. Kata “Asbab” merupakan jamak dari “Sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun . Jadi, Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut dengan Asbabun Nuzul, namun ungkapan Asbabun Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an. Secara terminologi ada banyak pengertian Asbabun Nuzul menurut para ulama’ diantaranya Az-Zarqoni mengatakan bahwa Asbabun Nuzul adalah kasus atau suatu kejadian yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi. Ash Shobuni mendefinisikan Asbabun Nuzul merupakan peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama. Shubhi Shalih mendefinisikan Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an ayat-ayat terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai sebagai respon atas-nya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum di saat peristiwa itu terjadi. Mana’al-Qaththan mendefinisikan Asbabun Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannha waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa suatu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.[1] Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Asbabun Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an untuk menerangkan status hukumnya, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. Asbabun Nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat Al-Qur’an, macam-macamnya, redaksi-redaksinya sighat, riwayat-riwayatnya tarjih dan manfaat dalam mempelajarinya. Peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an bisa berupa konflik social, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sahabat kepada Nabi. Ada perbedaan pendapat mengenai persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul atau tidak. Dan sebagian ulama’ berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul sehingga diturunkan tanpa ada yang melatarbelakanginya ibtida’ dan ada pula ayat yang diturunkan dengan dilatarbelakangi dengan suatu peristiwa ghair ibtida’. Salah satu contoh asbabun nuzul yaitu asbabun nuzul Surat Ali Imran ayat 188 dimana Marwan bin Hakam mengalami kesulitan dalam memahami ayat ini dan ia memahami bahwa setiap orang yang bergembira atas usaha yang telah diperbuatnya dan suka dipuji atas perbuatan yang belum dilakukan akan disiksa. Pemahaman tersebut kurang tepat dan diluruskan oleh Ibnu Abbas bahwa ayat tersebut menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ahli Kitab yang ditanya Rasulullah tentang sesuatu lalu mereka menyembunyikannya serta memberitahukan hal lain yang tidak ditanyakan. Mereka menganggap bahwa perkataan tersebut berhak mendapat pujian sehingga turunlah ayat ini.[2] Macam-Macam Asbabun Nuzul Al Quran 1. Dilihat dari Sudut Pandang Redaksi yang Dipergunakan dalam Riwayat Asbabun Nuzul Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbabun Nuzul. Dari sudut pandang ini, ada dua redaksi yang dipergunakan perawi dalam mengungkapkan riwayat Asbabun Nuzul yaitu redaksi Sharih jelas dan redaksi Muhtamil kemungkinan. Redaksi Sharih jelas artinya riwayat yang memang sudah jelas menunjukkan asbabun nuzul, dan tidak mungkin menunjukkan maksud yang lainnya. Redaksi dikatakan sharih bila perawi mengatakan “Sebab turun ayat ini adalah….” atau “Telah terjadi …… maka turunlah ayat” atau “Rasulullah pernah ditanya tentang …… maka turunlah ayat”. Muhtamilah masih kemungkinan atau belum pasti artinya riwayat belum dipastikan sebagai Asbabun Nuzul karena masih terdapat keraguan. Adapun redaksi yang termasuk muhtamilah bila perawi mengatakan “ayat ini diturunkan berkenaan dengan” atau “saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan …” atau “saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan …”.[3] 2. Dilihat dari Sudut Pandang Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk Satu Ayat atau Berbilangnya Ayat untuk Asbabun Nuzul a. Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat Ta’addud As-asbab wa Nazil Al-wahid. Yang dimaksud disini adalah tidak setiap ayat memiliki riwayat dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat Asbabun Nuzul baik dalam redaksi ataupun kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat dalam satu ayat dari sisi redaksinya, para ulama’ mengemukakan cara sebagai berikut Tidak mempermasalahkannya. Hal ini dilakukan apabila variasi riwayatnya menggunakan redaksi muhtamil. Mengambil versi riwayat yang menggunakan redaksi sharih, ketika versi riwayatnya ada yang sharih dan muhtamil. Mengambil versi riwayat yang shahih valid. Hal ini dilakukan jika semua riwayatnya menggunakan redaksi sharih tetapi salah satu kualitasnya tidak shahih. Sedangkan untuk mengatasi variasi riwayat dalam satu ayat dari sisi kualitasnya, para ulama’ mengemukakan langkah sebagai berikut Mengambil versi riwayat yang shahih, ketika ada dua atau lebih versi riwayat sedangkan satu versi berkualitas shahih dan yang lainnya tidak. Melakukan studi selektif tarjih. Langkah ini diambil bila kedua riwayatnya sama-sama berkualitas shahih. Melakukan studi kompromi jama’ ketika kedua riwayat yang kontradiktif itu sama-sama shahih yang sederajat dan tidak mungkin dilakukan tarjih. b. Variasi Ayat untuk satu sebab Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid Terkadang satu kejadian bisa menjadi sebab turunnya satu ayat atau lebih, inilah yang disebut dengan Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid. Contoh dua versi riwayat Asbabun Nuzul adalah asbabun nuzul yang melatarbelakangi turunnya surat An-Nur 24 ayat 6 “Dan orang-orang yang menuduh isterinya berzina, Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,Sesungguhnya Dia adalah termasuk orang-orang yang benar.” Dalam versi Bukhari dan Muslim melalui jalur Shahal Ibn Sa’ad dikatakan bahwa ayat itu turun berkenaan dengan salah seorang sahabat bernama Uwaimir yang bertanya kepada Rasulullah SAW. Tentang apa yang harus dilakuan oleh seorang suami yang mendapati istrinya bezina dengan orang lain. Akan tetapi, dalam versi Bukhari melaui jalur Ibn Abbas dikatakan bahwa ayat tersebut turun dengan latar belakang kasus Hilal Ibn Umayah yang mengadu kepada RasulullahSAW. bahwa istrinya berzina dengan Sarikh Ibn Sahma’. Kedua riwayat itu berkualitas sahih dan tidak mungkin dilakukan studi tarjih. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kompromi jama’. Dua kejadian itu berdekatan masanya sehingga kita mudah mengkompromikan keduanya. Dalam jangka waktu yang tidak berselang lama, kedua orang sahabat bertanya kepada Rasululah SAW. Tentang masalah serupa, maka turunlah ayat mu’amalah untuk menjawab pertanyaan mereka.[9] Kalau kedua versi riwayat Asbabun Nuzul itu sahih atau tidak sahih atau tidak dapat dilakukan studi tarjih dan jama’ maka hendaklah kita anggap ayat itu diturunkan berulang kali atau yang disebut Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid. Kegunaan Asbabun Nuzul Al Quran Sebagian besar para ulama’ sepakat bahwa riwayat-riwayat dalam Asbabun nuzul merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk memahami pesan yang ada dalam Al-Qur’an. Para ulama’ mengemukakan beberapa kegunaan Asbabun Nuzul dalam memahami Al Quran, sebagai berikut Membantu memahami dan juga mengatasi keraguan atau ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat Al-Qur’an. Contohnya dalam Surah Al Baqarah ayat 115 dibawah ini ولله المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الله “Kepunyaan Allahlah arah barat dan timur, maka ke arah manapun kamu menghadapkan wajah dalam shalat maka disanalah Allah.” Melihat secara dhahir ayat, seseorang boleh menghadap ke arah mana saja yang mana seakan-akan tidak wajib untuk menghadap kiblat. Namun setelah melihat asbabun nuzulnya, penafsiran tersebut adalah keliru. Sebab ayat ini turun berkenaan dengan orang yang sedang dalam safar dan melakukan shalat diatas kendaraan, atau orang yang tidak tahu arah kiblat dan berijtihad untuk menentukan arah kiblat. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian hashr membatasi. Seperti dalam surah Al-An’am ayat 145 قل لا اجد في ما أوحي إلي محرما علي طاعم يطعمه إلا أن يكون ميتة او دما مسفوحا او لحم خنزير فإنه رجس او فسقا أهل لغير الله به فمن اضطر غير باغ ولا عاد فإن ربك غفور رحيم “Katakanlah, tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin memakannya, kecuali kalau makanan itu berupa bangkai, darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu adalah kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi batas darurat maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Menurut Imam Syafi’I ayat ini tidak dimaksudkan sebagai hasr pembatasan bahwa yang diharamkan hanya yang disebutkan dalam ayat ini dan yang selain disebutkan semuanya halal. Imam Syafi’I menggunakan asbabun nuzul untuk menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu kecuali apa yang telah mereka halalkan sendiri. Ayat ini turun karena kebiasaan mereka yang mengharamkan apa yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Mengkhususkan hukum dengan sebab, bagi ulama’ yang berpegang pada kekhususan sebab bukan keumuman lafadz. Seperti ayat tentang Dzihar pada permulaan Surah Al Mujadalah yang turun berkenaan dengan Aus bin Samit yang menzihar istrinya, Khaulah binti Hakim bin Tsa’labah, ayat tersebut hanya berlaku untuk kedua orang tersebut. Hukum dzihar yang berlaku bagi selain keduanya ditentukan dengan jalan qiyas. Mengetahui pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun. Memudahkan untuk menghafal dn memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarkannnya. [1] Prof. Dr. Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung,2012, [2] Tafsir dan Ilmu 2 Kudus,2011, [3] Muhammad Amin,Study ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2004,
8 Fungsi Asbabun Nuzul 1.Membantu memahami dan mengatasi ketidak pastian dalam memahami pesan alquran 2.Mengatasi keraguan pada ayat yang cakupannya umum 3.Mengkhususkan hukum dalam ayat alquran 4.Mengetahui pelaku yang melatar belakangi surat 5.Memantapkan wahyu pada hati 9. JAZAAKUMULLAH KHAYRAN KATSIRAN Asbabun Nuzul Refleksi Al-quran BAB I PENDAHULUAN Al-Qur’an bukanlah sebuah buku dalam pengertian umum, kerena ia tidak pernah diformulasikan tetapi diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhamad SAW. melalui malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman hidup bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat serta diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi atau peristiwa yang tejadi pada saat itu. Sebahagian tugas untuk memahami pesan Al-Qur’an sebagai suatu kesatuan adalah mempelajarinya dalam konteks latar belakangnya. Latar belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan nabi yang berlangsung selama dua puluh tiga tahun dibawah naungan Al-Qur’anul Karim. Untuk lebih mengetahui perjuangan nabi kita juga harus memahami lingkungan pergaulan pada awal Masa penyebaran Islam, oleh karena itu kita harus mengetahui bagaimana adat istiadat, lembaga-lembaga serta pandangan hidup bangsa arab pada umumnya. Dengan memahami masalah ini, kita akan dapat menangkap pesan-pesan Al-Qur’an secara utuh dan dalam berbagai konteks historisnya bukan hanya memahami bahasanya saja. Oleh karena itu hampir semua literatur yang berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya Mempelajari Alquran. BAB II PEMBAHASAN A. ULUMUL QURÁN 1. Pengertian Ulumul Quran Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmuilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an. Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain • Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan “Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”. • Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut “Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmuilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an. 2. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’an Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab alQur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab AlItqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah Katakanlah Sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula. Al-Kahfi 109 C. Pokok Pembahasan Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu 1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebabsebabnya. 2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib asing serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum. Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti v Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya. v Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul penerimaan riwayat. v Ada’ al-Qira’ah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, idghom. v Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih. v Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja. v Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr. D. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya. Di masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW. Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang baca’an Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulumul Qur’an yang disebut Al rasm Al-Utsmani. Kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al ulum alQur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj 160 H, Sufyan Ibn Uyaynah 198 H, dan Wali Ibn al-Jarrah 197 H. dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari 310 H. Selanjutnya sampai abad ke-13 ulumul Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini 824 H pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin alSyuyuthi 991 H menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut AlZarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia. A. Pengertian Asbabun Nuzul Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata ”Asbab” dan ”Nuzul”. Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Dalam hal ini lebih menekankan pada sebab-sebab turunya ayat-ayat Al-Qur’an. Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut 1. Az-Zarqani ”Asbabun Nuzul adalah hal yang khusus atau sesuatu yang terjadi serta berhubungan dengan turunnya ayat Al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.” 2. As-Shabuni ”Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu ayat atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian tesebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama. 3. Shubhi Shalih Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat AlQur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi. Asbabun Nuzul adalah kejadian yang karenanya diturunkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya pada hari timbulnya kejadian itu dan suasana yang di dalam suasana itu AlQur’an diturunkan serta membicarakan tentang sebab tersebut, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu atau kemudian lantaran suatu hikmah. Al-Qur’an terbagi atas dua bagian, yaitu 1. Sebahagian ayat turun dari Allah tanpa sebab yang khusus, namun semata-mata untuk memberi hidayah kepada makhluk-Nya. 2. Sebahagian ayat turun berkaitan dengan sebab yang khusus. Sebab diturunkan ayat Al-Qur’an ada dua macam, yaitu a. Adanya Peristiwa yang Terjadi Sebab-sebab ayat dalam peristiwa ada tiga macam yaitu Peristiwa berupa pertengkaran Seperti Riwayat yang dikemukakan oleh Al Tsa’laby dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa kaum Nasrani Najran dan kaum Yahudi Madinah mengharap agar nabi sholat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah membelokkan kiblat itu ke ka’bah, mereka merasa keberatan, kemudian mereka berusaha agar nabi SAW menyetujui kiblat sesuai dengan agama mereka, maka turunlah ayat Artinya Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk yang benar”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Al Imran 100 Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa orang-orang yahudi dan orang-orang nasrani tidak akan senang kepada nabi muhamada walaupun keinginan mereka sudah dikabulkan oleh nabi. Peristiwa berupa kesalahan yag serius Seperti peristiwa orang yang mengimani sholat dalam keadaan mabuk sehingga tersalah membaca surat Al-Kafirun. Ia membaca Dengan tanpa …. pada …. maka maknanya menjadi berbeda. Maknanya akan berubah menjadi aku akan menyembah. Peristiwa ini menyebabkan turunya ayat Artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, jangan pula hampiri masjid sedang kamu dalam keadaan junub [301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik suci; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. An Nisa 43 Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan. Seperti persesuaian-persesuaian muwafakat Umar bin Al Khattab dengan ketentuan ayat-atat Al-Qur’an dala sejarah, ada beberapa harapan umar yang dikemukakannya kepada nabi Muhamad SAW. Kemudian turun ayat-ayat yang kandungannya sesuai dengan harapan-harapan Umar tersebut. Seperti dalam Riwayat Al Bukhari dan lainya meriwayatkan dari Annas bahwa Umar berkata”Aku sepakat dengan tuhanku dalam tiga hal, aku katakan kepada Rasul, bagaimana sekiranya kita jadikan makam Ibrahim sebagai tempat sholat, maka turunlah ayat ﻭﺍﺗﺧﺫﻮﺍﻣﻦﻤﻘﺎﻢﺍﺑﺭﺍﻫﯿﻡﻤﺼﻠﻲ Aku katakan kepada Rasul, sesungguhnya istri-istrimu masuk kepada mereka itu orang yag baik-baik dan yang jahat, maka bagaimanakah sekiranya engkau perintahkan kepada mereka agar bertabir, maka turunlah ayat hijab. Artinya ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya [1228], tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar, dan Allah tidak malu menerangkan yang benar. apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka isteri- isteri Nabi, Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti hati Rasulullah dan tidak pula mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar dosanya di sisi Allah. Al Ahzab 53 Dan istri-istri rasul mengerumuninya pada kecemburuan, aku katakan kepada mereka ﻋﺴﻲﺭﺑﻪﺍﻦﻁﻠﻘﻜﻦﺍﻦﻳﺑﺪﻠﻪﺍﻦﻭﺍﺟﺎﺧﯿﺭﺍﻤﻧﻜﻥ Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu. Maka turunlah ayat yang serupa dengan itu pada Surat AlTahrim ayat 5 Artinya ”Jika nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan. Al-Tahrim 5 b. Adanya Pertanyaan Adapun sebab-sebab turunya ayat dalam bentuk pertanyaan terbagi tiga yaitu Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu Artinya ”Mereka akan bertanya kepadamu Muhammad tentang Dzulkarnain. Katakanlah “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya”. Al-Kahfi 83 Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung saat itu Diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Mas’ud bahwa Nabi SAW. pada suatu hari berjalan dengan bertongkat disertai ibnu Mas’ud, lewat di depan kaum Yahudi. Salah seorang dari mereka bertanya ”Terangkanlah kepada kami tentang Ruh ? Nabi sendiri sesaat, dengan mengangkat kepalanya kelangit, beliau terlihat sedang menerima wahyu, lalu nabi membaca Artinya ”Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Al-Isra 85 Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang. Seperti Artinya ”Orang-orang kafir bertanya kepadamu Muhammad tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?”. An-Naziat 42 Kebanyakan ayat-ayat hukum turun dengan di dahului suatu sebab, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan dan sedikit sekali ayat-ayat hukum yang disebut sebab-sebab turunya oleh para Mufasirin. Tentang ayat-ayat yang tidak ada sebab-sebab nuzulnya adalah kebanyakan kisah-kisah umat terdahulu, keadaan ni’mat syurga, adzab neraka dan berita yang akan terjadi seperti surat AQari’ah. Namun demikian ada juga kisah yang ada sebab nuzulnya. B. Urgensi dan Kegunaan Asbabun Nuzul Sebahagian orang beranggapan bahwa ilmu Asbabun Nuzul tidak ada gunanya dan tidak ada pengaruhnya karena pembahasannya hanyalah berkisar pada lapangan sejarah dan cerita. Menurut anggapan mereka, Ilmu Asbabun Nuzul tidak mempermudah bagi yang berkecimpung dalam mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an. Anggapan tersebut adalah salah dan tidak patut di dengar karena berdasarkan para ahli tafsir. Adapun faedah dalam mengetahui Asbabun Nuzul adalah a. Mangetahui Hukum Allah secara tertentu terhadap apa yang di syari’atkan b. Menjadi penolong dalam memahami makna ayat dan menghilangkan kemuskilan disekitar ayat itu Ibnu Taimiyah berkata ”Mengetahui sebab nuzul menolong untuk memahami ayat, sesungguhnya mengetahui sebab manghasilkan pengetahuan tentang yang disebabkan akibat. Abul Fath Al Qusyairi berkata ”Menerangkan sebab Nuzul adalah jalan yang kuat dalam memahami makna-makna Al-Qur’an. Hal itu adalah sesuatu urusan yang diperoleh pada sahabat karena Qarinah-Qarinah yang mengelilingi kejadian-kejadian itu. Contoh Diantara para sahabat seperti Usman bin Madz’un Amr bin ma’di memperbolehkan khamar. Beliau menggunakan hujjah ayat Al Maidah 93 Artinya ”Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh Karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, Kemudian mereka tetap juga bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. 93 Ayat tersebut seandainya tidak di jelaskan sebab Nuzulnya, pasti sampai sekarang kita dibolehkan minum minuman yang memabukan. Surat itu di turunkan karena menurut riwayat dari Imam Ahmad dari Abu Hurairah para sahabat menanyakan kepada Rasulullah tentang orang-orang yang gugur dijalan Allah dan yang mati di atas kasur. Padahal mereka meminum arak dan makan makanan hasil judi sedang Allah menetapkan bahwa kedua hal itu termasuk perbuatan keji dan munkar. Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut. Dengan melihat kejadian-kejadian di atas maka dapat di simpulkan faedah dari ilmu-ilmu Asbabun Nuzul adalah sebagai berikut a. Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum suatu ayat b. Menentukan hukum takhsis dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu ibarat dinyatakan berdasarkan khususnya sebab. c. Menghindarkan prasangka yang menyatakan arti hsyr dalam suatu ayat yang dhahirnya hashr. d. Mengetahui orang atau kelompok orang yang menjadi kasus turunnya ayat serta memberikan ketegasan bila terdapat keragu-raguan. e. Dan lain-lain yang hubungannya dengan faedah ilmu Asbabun Nuzul. C. Cara Mengetahui Riwayat Asbabun Nuzul Asbabun Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal rasio, melainkan berdasarkan riwayat yang shahih dan di dengar langsung dari orang-orang yang mengetahui turunya Al-Qur’an atau dari orang-orang yang memahami Asbabun Nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari kalangan sahabat, tabi’in atau lainnya dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari ulama-ulama yang dapat dipercaya. Adapun cara mengetahui Asbabun Nuzul berupa riwayat yang shahih adalah 1. Apabila perawi sendiri menyatakan lafal sebab secara tegas. Dalam hal ini adalah nash yang nyata, seperti kata-kata perawi sebab ayat ini begini ……..” 2. Apabila perawi menyatakan riwayatnya dengan memasukan huruf ”Fa Ta’qibiyah” pada kata ”nazala” seperti kata-kata perawi. ﺤﺩﺚﻜﺬﺍ…ﺍﻭﺴﺋﻞﺍﻠﻠﻧﺑﻲﻋﻠﻳﻪﺍﻠﺴﻼﻡﻋﻥﻜﺫﺍﻔﻨﺯﻠﺖ.riwayat yang demikian juga merupakan Nas yang sarih dalam sebab nuzul. Terkadang ada suatu bentuk ungkapan yang tidak menyatakan sebab nuzul yang tegas seperti kata-kata perawi, ” “ ﻨﺯﻠﺖﻫﺫﻩﺍﻻﻳﺔﻔﻲﻜﺫﺍkadang-kadang yang dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah sebab turun, tetapi kadang-kadang pula menyatakan hukum yang terkandung dalam ayat seperti halnya ” “ ﻋﻧﻲﺑﻬﺫﻩﺍﻻﻳﺔﻜﺫﺍAz-Zarkasi dalam kitabnya Al burhan mengatakan ”Biasanya tradisi sahabat dan tabi’in bila mengatakan ” “ ﻨﺯﻠﺖﻫﺫﻩﺍﻻﻳﺔﻔﻲﻜﺫﺍmaksudnya adalah bahwa ayat ini mengandung hukum ini …… bukan menyatakan suatu sebab nuzul . Ibnu Taimiyah menyatakan ”Kata-kata mereka ” “ ﻨﺯﻠﺖﻫﺫﻩﺍﻻﻳﺔﻔﻲﻜﺫﺍterkadang menyatakan suatu sebab turun terkadang menyatakan kandungan hukum yang sebabnya tidak ada. D. Macam-Macam Asbabun Nuzul 1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang digunakan dalam riwayat Asbabun Nuzul Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayta Asbabun Nuzul, yaitu sharih pasti dan Mumtamilah kemungkinan a. Redaksi Sharih Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukan Asbabun Nuzul dan tidak mungkin menunjukan yang lainnya. Redaksi di katakan sharih bila perawi mengatakan ”… ﺴﺑﺏﻧﺯﻭﻞﻫﺬﻩﺍﻻﻳﺔﻫﺬﺍﺍArtinya ”Sebab turunya ayat ini adalah…..” atau ia menggunakan kata ”maka” fa Ta’qabliyah setelah itu mengatakan peristiwa tertentu. Umpamanya mengatakan …….. ﺤﺩﺚﻫﺬﺍ……ﻔﻨﺯﻠﺖﺍﻻﻳﺔ. Artinya telah terjadi…… maka turunlah ayat …….. Contoh riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah riwayat yang di bawakan oleh jabir yang mengatakan bahwa orang-orang yahudi berkata ”Apabila seorang suami mendatangi ”kubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling”. Maka turunla ayat Artinya ”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. 223 b. Redaksi Muhtamilah Redaksi muhtamilah artinya riwayat yang menyatakan kemungkinan atas terjadinya atau atas turunnya ayat dan bisa saja menunjukan sebab yang lainnya. Adapun redaksi yang termasuk muhtamilah bila perawi mengatakan ” “ ﻨﺯﻠﺖﻫﺫﻩﺍﻻﻳﺔﻔﻲﻜﺫﺍArtinya ”Ayat ini diturunkan berkenaan dengan …..!! atau perawi mengatakan ﺍﺤﺴﺏﻫﺫﻩﺍﻻﻳﺔﻧﺫﻠﺖﻔﻲﻜﺬﺍ Artinya ”Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ini …. !! Contohnya Dalam Riwayat Ibn Umar Yang Menyatakan ﻧﺯﻠﺖﻔﻲﺇﺘﻳﺎﻦﺍﻠﻧﺴﺂﺀﻓﻲﺃﺩﺑﺎﺭﻫﻦ Artinya ”Ayat isteri-isteri kalian adalah ibarat tanah tempat bercocok tanam, diturunkan berkenaan dengan mendatangi menyetubuhi Isteri dari belakang. 2. Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya satu ayat untuk satu Asbabun Nuzul. a. Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat Ta’add Ad As-Sabab Wa Nazil Al-Wahid Tidak setiap ayat memiliki beberapa versi riwayat Asbabun Nuzul untuk mengatasi variasi riwayat Asbabun Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengatakan cara sebagai berikut • Tidak mempermasalahkannya Cara ini digunakan apabila variasi riwayat Asbabun Nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilah tidak pasti. Umpamanya, satu versi menggunakan redaksi, ”Ayat ini diturunkan dengan …..”, dan Versi lain menggunakan redaksi, ”Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan …..”. Variasi riwayat Asbabun Nuzul ini tidak perlu dipermasalahkan karena yang dimaksud dalam riwayat itu hanyalah tafsir belaka bukan sebagai Asbabun Nuzul • Mengambil versi riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi Sharih Cara ini digunakan apabila salah satu versi riwayat Asbabun Nuzul itu tidak menggunakan redaksi Sharih pasti, contohnya apabila ada satu riwayat yang menggunakan redaksi Mumtamilah dan yang satunya lagi menggunakan redaksi Sharih. Maka riwayat Sharihlah yang harus kita gunakan. • Mengambil versi riwayat yang shahih valid. Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sharih pasti, tetapi kualitas salah satunya tidak shahih, dan untuk riwayat Asbabun Nuzul yang mestinya berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut Mengambil versi riwayat yang shahih Cara ini diambil bila kedua versi riwayat tentang Asbabun Nuzul satu ayat, yang salah satu versi berkualitas shahih sedangkan yang lainnya tidak, Maka kita harus mengambil yang shahih dan meninggalkan yang tidak Melakukan studi kompromi Jama’ Langkah ini diambil bila kedua riwayat yang kontradiktif itu sama-sama memiliki kesahihan hadist yang sederajat dan tidak mungkin dilakukan Tarjih. b. Variasi ayat untuk satu sebab Ta’addud Nazil Wa As-Sabab Al-Wahid Ta’addud Nazil Wa As-Sabab Al-Wahid adalah suatu kejadian yang dapat menjadi sebab bagi turunnya dua ayat atau lebih. Sebagai contoh Hadist yang ditakhrijkan Ibnu Jarir Ath Thabary dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas berkata Nabi SAW berteduh dibawah sebuah pohon, beliau bersabda kepada orang-orang yang di sekelilingnya akan datang kepada kalian seorang yang berpandangan seperti pandangan syaithan. Tidak lama kemudian muncullah seorang laki-laki yang bermata biru. Mereka dipanggil oleh Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW bersabda Mengapa kamu dan teman-temanmu mencaci maki aku? Maka orang itu pergi dan datang lagi membawa teman-temannya lalu mereka bersumpah atas nama Allah dan memungkirinya, sehingga Rasulullah memaafkannya. Maka turunlah surat Artinya ”Mereka orang-orang munafik itu bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu yang menyakitimu. Sesungguhnya mereka Telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan Telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya[650], dan mereka tidak mencela Allah dan Rasul-Nya, kecuali Karena Allah dan rasulNya Telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak pula penolong di muka bumi. At-Taubah 74. Dan Al-Hakim meriwayatkan Hadist ini dengan membawakan Lafadz diatas dan mengatakan Maka Allah Menurunkan Artinya ”Ingatlah hari ketika mereka semua dibangkitkan Alla lalu mereka bersumpah kepada-Nya bahwa mereka bukan musyrikin sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu manfaat. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. Syaitan Telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi. 18-19 E. Kaidah Al-Ibrah Kaidah ini berbicara tentang suatu pembahasan Asbabun Nuzul mengenai redaksinya. Misalkan telah terjadi satu pertanyaan, kemudian satu ayat turun untuk memberikan penjelasan atau jawabannya. Tetapi ungkapan tersebut menggunakan redaksi umum hingga mempunyai cakapan yang lebih luas. Jumhur ulama berpendapat suatu ibarat itu harus dipandang dari segi umumnya lafal bukan dari khususnya sebab. Inilah pendapat yang shahih. Akan tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa suatu ibarat harus dipandang dari segi khususnya sebab. Imam-Suyuti dalam kitabnya Al Itqan Fi Ulumil Qur’an mengatakan,”diantara alasan yang menunjukan suatu ibarat itu harus dipandang dari umumnya lafal adalah diambil dari para sahabat lainnya. Yang dalam beberapa kasus diterapkan berdasarkan umumnya suatu lafal padahal kasusnya karena persoalan khusus. Contohnya Turunnya ayat Zihar dalam kasus sanah Ibnu Shahar, ayat Li’an dalam perkara Hilal Ibnu Umaimah, dan ayat Qazaf dalam perkara tuduhan terhadap Aisyah. Peristiwa lain berdasarkan umumnya lafal. Ibnu Abbas menerangkan kata-kata demikian dalam ayat pencurian, dimana ayat tersebut, turun sehubungan dengan kasus wanita yang mencuri….., kemudian diriwatkan pula dari najdah Al-Hanafi, ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang firman Allah Al-Maidah 38. Artinya ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 38. Apakah ayat tersebut untuk kasus atau berlaku untuk umum? Ia menjawab,”Untuk Umum.” Dari sini kita dapat mengetahui bahwa pendapat seperti itu memaksudkan bahwa hukum ayat semata-mata kasus untuk orang-orang tertentu dan tidak berlaku untuk yang lainnya. Zamakhsyari dalam surat Al-Humazah mengemukakan, ”Boleh jadi redaksional dalam sebab bentuknya Khusus, sedangkan dalam ancaman bentuknya umum, dengan maksud agar mencakup semua orang yang berbuat kejahatan. Hal ini ditunjukan sebagai sindiran. BAB III KESIMPULAN Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an baik yang berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan kepada nabi ataukah kejadian yang berhubungan dengan urusan agama. Al-Qur’an diturunkan dalam dua bagian tentu ada sebagian ayat yang turun dari Allah tanpa sebab khusus, namun semata-mata untuk memberikan hidayah kepada makhluknya. Dan ada sebagian ayat yang turun berkaitan dengan sebab khusus baik itu karena peristiwa yang terjadi pada saat itu ataukah pertanyaan yang diajukan kepada Nabi SAW. Kebanyakan ayat-ayat hukum turun dengan didahului sebab akan tetapi hanya sedikit sekali ayat-ayat hukum yang disebut sebab-sebab hukum oleh para mufasirin. Ayat-ayat yang tidak ada sebabnya kebanyakan berbicara atau menyangkut tentang kisah-kisah umat terdahulu, keadaan nikmat syurga, adzab neraka dan berita yang akan terjadi dimasa akan datang. Ilmu Asbabun Nuzul ini sangat bermanfaat untuk mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum suatu ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an. DAFTAR PUSTAKA • Ali Ash Shaa Buuniy Muhammad, Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, 1999 • Anwar Rasibon,Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Cet I, Bandung 2000. • Ya Dali Ahmad, Rofi’i Ahmad,Ulumul Qur’an 1. Pustaka Setia, Bandung 2000 • Hasbi Ash Shddieqy Muhammad, Ilmu-ilmu Al-Qur’an,PT Pustaka Rizki Putra, Edisi 2, Semarang 2002 Asbabunnuzul merupakan suatu aspek ilmu yang harus diketahui, dikaji dan diteliti oleh para mufassirin atau orang-orang yang ingin memahami Al-Qur'an secara mendalam. (5) maknanya, tetapi kita juga harus mengetahui penyebab mengapa ayat-ayat dalm al-Qur'an diturunkan oleh Allah atau sering disebut Asbabun Nuzul. Secara etimologis asbabun-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu Asbab أسباب adalah bentuk jamak dari sabab سبب dengan arti sebab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebab adalah hal yang menyebabkan sesuatu, lantaran, karena dan asal mula. Kata kedua adalah Nuzul yang artinya turun, dalam KBBI arti dari kata turun adalah bergerak dari atas ke bawah, bergerak ke tempat yang lebih rendah daripada tempat semula Jika dihubungkan dengan Al-Qur’an, menurut seorang umalama Muhammad Abd al-Azhim az-Zarqani dalam kitab Manahil al-iIrfan fi Ulum Al-Qur’an, asbabun nuzul harus dipahami secara majazi metaforis, bukan hakiki, yaitu الإظهار menampakkan atau الإعلام memberitahukan atau الإفهام memahamkan. Dengan pemahaman secara metaforis tersebut Nuzul Al-Qur’an berarti peroses penampakan, pemberitahuan dan pemahaman Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian secara istilah yang dimaksud dengan asbabun nuzul adalah hal yang menjadi sebab turunnya satu ayat. Hal yang menjadi sebab bisa suatu peristiwa yang terjadi pada masa Nabi atau pertanyaan yang diajukan kepada beliau. Dalam bentuk peristiwa misalnya yang telah dijelaskan oleh az-Zarqani, dalam Manahil al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an, beliau menjelaskan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dari jalur Ikrimah dari Ibn Abbas bahwasanya Hilal ibn Umayyah mengadukan kepada Rasulullah SAW bahwa isterinya berzina dengan Syarik ibn Samhak, lalu Nabi memintanya menunjukkan bukti dengan menghadirkan empat orang saksi. Kalau tidak, justru punggung Hilal yang akan dicambuk. Hilal menyatakan kepada Nabi, apakah jika seseorang mendapatkan isterinya sedang berzina dengan seorang laki-laki, dia harus pergi mencari saksi terlebih dahulu Nabi tetap dengan keputusannya, yaitu apabila Hilal tidak dapat menghadirkan empat orang saksi, maka justru dia sendirilah yang akan dihukum. Karena tidak dapat berbuat apa-apa lagi, maka Hilal berharap Allah akan menurunkan ayat yang akan membebaskan dirinya dari hukuman karena dia merasa benar. Hilal berkata “Demi Allah, Dzat yang mengutus engkau dengan haq, sesungguhnya aku benar dan mudah-mudahan Allah menurunkan sesuatu yang menghindarkanku dari hukum cambuk” . Maka turunlah Jibril AS membawa surat An-Nur 6-9 sebagai petunjuk bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah seperti ini. وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ أَزۡوَٰجَهُمۡ وَلَمۡ يَكُن لَّهُمۡ شُهَدَآءُ إِلَّآ أَنفُسُهُمۡ فَشَهَٰدَةُ أَحَدِهِمۡ أَرۡبَعُ شَهَٰدَٰتٍ بِٱللَّهِ ۙ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ. وَٱلۡخَٰمِسَةُ أَنَّ لَعۡنَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ إِن كَانَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ. وَيَدۡرَؤُاْ عَنۡهَا ٱلۡعَذَابَ أَن تَشۡهَدَ أَرۡبَعَ شَهَٰدَٰتٍ بِٱللَّهِ ۙ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ. وَٱلۡخَٰمِسَةَ أَنَّ غَضَبَ ٱللَّهِ عَلَيۡهَآ إِن كَانَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ Dan orang-orang yang menuduh isterinya berzina, padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan sumpah yang kelima bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah, sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” AnNur 24 6-9 Dalam bentuk pertanyaan misalnya apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq dari Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa pendeta-pendeta Yahudi di Madinah mengatakan kepada utusan Quraisy yang datang menemui mereka “Tanyakanlah kepada Muhammad tentang tiga hal. Jika ia tidak dapat menjawabnya, maka ia hanyalah orang yang mengaku-ngaku jadi Nabi. Tanyakanlah kepadanya tentang pemuda-pemuda zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi pada mereka, karena cerita tentang pemuda itu sangat menarik. Tanyakanlah kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyriq dan Maghrib dan apa pula yang terjadi padanya. Dan tanyakan pula kepadanya tentang ruh, apakah ruh itu?” Ketika utusan Quraisy menanyakan hal itu kepada Nabi, beliau menjawab “Aku akan menjawab apa yang kalian tanyakan itu besok.” Besok wahyu tidak turun menjawab pertanyaan tersebut, bahkan Nabi menunggunya sampai 15 malam, Jibril pun tidak datang membawa wahyu. Nabi sedih dan tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy. Pada suatu ketika datanglah Jibril membawa Surat Al-Kahfi ayat 9-26 menjawab semua pertanyaan mereka tentang Ashhab al-Kahfi, Zulqarnain dan tentang ruh. Salah satu di antara ayat yang turun itu menegur Nabi karena telah menjanjikan sesuatu tanpa menyatakan insya Allah. وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْىۡءٍ إِنِّى فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا. إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّى لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدًا Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi”, kecuali dengan menyebut “Insya Allah”, dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. Al-Kahfi 18 23-24 Tidak Semua Ayat Ada Asbabun Nuzulnya Perlu dijelaskan di sini bahwa tidak semua ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan karena ada peristiwa yang terjadi atau pertanyaan yang diajukan. Menurut Syekh Muhammad Abd al-Azhim az-Zarqani dalam kitab Manahil al-iIrfan fi Ulum Al-Qur’an, ada ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT sejak semula tanpa terkait dengan sebab-sebab khusus, semata memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk menuju kebenaran. Ayat-ayat tanpa asbabun nuzul ini merupakan bagian terbesar dari ayat-ayat Al-Qur’an. Paling sedikit ada tiga kemungkinan mengapa tidak seluruh ayat Al-Qur’an dapat diketahui sebab-sebab yang melatarbelakangi penurunannya. Dan masing-masing kemungkinan itu terkait erat antara satu dengan yang lain. Kemungkinan pertama tidak semua hal yang bertalian dengan proses turun Al-Qur’an ter-cover oleh para sahabat yang langsung menyaksikan proses penurunan wahyu Al-Qur’an. Kedua, penyaksian para sahabat terhadap hal-hal yang berkenaan dengan proses penurunan wahyu Al-Qur’an tidak semuanya dicatat. Kalaupun kemudian dicatat, pencatatan itu sendiri dapat dikatakan sudah terlambat. Sehingga, kalaupun semua proses penurunan Al-Qur’an itu secara keseluruhan terekam oleh para sahabat, tentu ada yang hilang dari ingatan mereka mengingat keterlambatan pencatatan itu tadi. Muhammad Amin Suma menambahkan dalam tulisannya Ulumul Qur’an, sebab yang ketiga, terbuka lebar kemungkinan ada sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang penurunannya memang tetap dipandang tepat dengan atau tanpa dikaitkan langsung dengan suatu peristiwa/untuk mengenali sebab nuzul ayat, selain bisa ditelusuri melalui sejumlah kitab tafsir, atau dengan pertanyaan yang mendahuluinya. Tidak ada cara untuk mengetahui asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang shahih dari Nabi dan para sahabat yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dan mengetahui peristiwa yang terjadi atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad SAW yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Menurut Al-Hafizh Jalal ad-Din Abd ar-Rahman as-Suyuthi dalam maestronya Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an Cetakan Beirut al-Maktabah al-Ashriyah, 2003, juz 1 hlm. 89. “Tidak boleh berpendapat mengenai asabun nuzul kecuali dengan berdasarkan kepada riwayat atau mendengar langsung dari orangorang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sugguh dalam mencarinya“. Riwayat seorang sahabat tentang asbabun nuzul dapat diterima sekalipun tidak dikuatkan oleh riwayat lain, karena pernyataan seorang sahabat tentang sesuatu yang tidak masuk lapangan ijtihad dinilai sebagai riwayat yang marfu’ kepada Nabi. Telah disepakati oleh para ulama bahwa para sahabat tidak mungkin berbohong atas nama Nabi Muhammad SAW. Mereka semua mengetahui dan takut dengan ancaman Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibn Abbas RA Berhati-hatilah dalam meriwayatkan hadits dariku, kecuali yang kalian benar-benar mengetahuinya. Sebab barangsiapa yang mendustakan atas diriku dengan sengaja, maka hendaklah ia besiap-siap menempati neraka. Dan barangsiapa berdusta atas Al-Qur’an tanpa ilmu, meka hendaklah ia bersiap-siap juga menempati neraka.H. R. Ahmad dari Ibn Abbas Syekh Muhammad Abd al-Azhim az-Zarqani menambahkan Apabila asbabun nuzul diriwayatkan oleh hadits mursal shahabi dalam sanadnya gugur seorang sahabat dan hanya sampai tabi’in, maka riwayat tersebut tidak dapat diterima kecuali jika dikuatkan oleh hadits mursal lainnya dan perawinya termasuk imam-imam tafsir yang meriwayatkan dari para sahabat seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa’id ibn Jabir. Pengetahuantentang Asbabun Nuzul suatu ayat dapat memberikan dasar yang kokoh untuk menyelami makna suatu ayat Al-Qur'an. [2] B. Fungsi Asbabun Nuzul dalam Memahami Al-Qur'an Adapun kegunaan yang diperoleh dalam mengetahui Asbabun Nuzul dalam kaitannya dengan memahami makna daripada ayat-ayat suci Al-Qur'an antara lain adalah sebagai Al-Qur’an tidak turun dalam satu masyarakat yang hampa budaya. Sekian banyak ayatnya oleh ulama dinyatakan sebagai harus dipahami dalam konteks sebab nuzul-nya. Hal ini berarti bahwa arti "sebab" dalam rumusan di atas -walaupun tidak dipahami dalam arti kausalitas, sebagaimana yang diinginkan oleh mereka yang berpaham bahwa "Al-Qur'an qadim"- tetapi paling tidak ia menggambarkan bahwa ayat yang turun itu berinteraksi dengan kenyataan yang ada dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa "kenyataan" tersebut mendahului atau paling tidak bersamaan dengan keberadaan ayat yang turun di bumi kaitannya dengan asbabun nuzul, mayoritas ulama mengemukakan kaidah al-'ibrah bi 'umum al-lafzh la bi khushush al-sabab patokan dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan khusus terhadap pelaku kasus yang menjadi sebab turunnya. Sedangkan sebagian kecil dari mereka mengemukakan kaidah sebaliknya, al-'ibrah bi khushush al-sabab la bi 'umum al-lafzh patokan dalam memahami ayat adalah kasus yang menjadi sebab turunnya, bukan redaksinya yang bersifat umum.Di sini perlu kiranya dipertanyakan "Bukankah akan lebih mendukung pengembangan tafsir jika pandangan minoritas di atas yang ditekankan?" Tentunya, jika demikian, maka perlu diberikan beberapa catatan penjelasan sebagai berikutSeperti diketahui setiap asbabun nuzul pasti mencakup a peristiwa, b pelaku, dan c waktu. Tidak mungkin benak akan mampu menggambarkan adanya suatu peristiwa yang tidak terjadi dalam kurun waktu tertentu dan tanpa selama ini pandangan menyangkut asbabun nuzul dan pemahaman ayat sering kali hanya menekankan kepada peristiwanya dan mengabaikan "waktu" terjadinya -setelah terlebih dahulu mengabaikan pelakunya- berdasarkan kaidah yang dianut oleh mayoritas penganut paham al-'ibrah bi khushush al-sabab, menekankan perlunya analogi qiyas untuk menarik makna dari ayat-ayat yang memiliki latar belakang asbabun nuzul itu, tetapi dengan catatan apabila qiyas tersebut memenuhi syarat-syaratnya. Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqaniy, Manahil Al-'Irfan, Al-Halabiy, Mesir, Cet. III, 1980 Jilid I h. 125Pandangan mereka ini, hendaknya dapat diterapkan tetapi dengan memperhatikan faktor waktu, karena kalau tidak, ia menjadi tidak relevan untuk dianalogikan. Bukankah, seperti dikemukakan di atas, ayat Al-Qur’an tidak turun dalam masyarakat hampa budaya dan bahwa "kenyataan mendahului/bersamaan dengan turunnya ayat"?Analogi yang dilakukan hendaknya tidak terbatas oleh analogi yang dipengaruhi oleh logika formal al-manthiq, al-shuriy yang selama ini banyak mempengaruhi para fuqaha' kita. Tetapi, analogi Yang lebih luas dari itu, yang meletakkan di pelupuk mata al-mashalih al-mursalah dan yang mengantar kepada kemudahan pemahaman agama, sebagaimana halnya pada masa Rasul dan para sahabat." Yusuf Kamil, Al-'Ashriyun Mu'tazilat Al-Yawm, Al-Wafa' Al-Mansurah, Mesir, 1985, h. 22Qiyas yang selama ini dilakukan menurut Ridwan Al-Sayyid adalah berdasarkan rumusan Imam Al-Syafi'i, yaitu Ilhaq far'i bi ashl li ittihad al-'illah, yang pada hakikatnya tidak merupakan upaya untuk mengantisipasi masa depan, tetapi sekadar membahas fakta yang ada untuk diberi jawaban agama terhadapnya dengan membandingkan fakta itu dengan apa yang pernah ada. Ridhwan Al-Sayyid, Al-Islam Al-Mu'ashir, Naz'at fi Al-Hadhir wa Al-Mustaqbal, Dar Al-'Ulum Al-Arabiyah, Beirut, 1986, h. 90Pengertian asbabun nuzul dengan demikian dapat diperluas sehingga mencakup kondisi sosial pada masa turunnya Al-Qur'an dan pemahamannya pun dapat dikembangkan melalui kaidah yang pernah dicetuskan oleh ulama terdahulu, dengan mengembangkan pengertian qiyas. FathoniDisunting dari M. Quraish Shihab dalam buku karyanya ”Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” Mizan, 1999. AsbabunNuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata "Asbab" dan "Nuzul". Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Dalam hal ini lebih menekankan pada sebab-sebab turunya ayat-ayat Al-Qur'an. Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut : 1. Ilustrasi cara mengetahui asbabun nuzul. Foto Pixabay. Asbabun nuzul merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi ilmu Alquran. Ilmu ini memberikan peranan yang sangat penting dalam menafsirkan ayat hanya memahami suatu ayat, asbabun nuzul bertujuan untuk mengetahui hikmah di balik penetapan suatu hukum. Selain itu juga menginformasikan kehidupan masyarakat pada masa turunnya Dawud Al Aththar dalam buku Mujaz Ulum Alquran menjelaskan, asbabun nuzul adalah sesuatu yang melatarbelakangi turunnya ayat dan sebagai jawaban terhadap suatu pertanyaan yang membutuhkan penjelasan tentang asbabun nuzul akan sangat membantu dalam memahami lingkungan ketika sebuah ayat diturunkan. Hal ini tentunya memberikan pengarahan dan petunjuk saat menafsirkan suatu bagaimana cara mengetahui asbabun nuzul? Simak ulasan Mengetahui Asbabun NuzulIlustrasi cara mengetahui asbabun nuzul. Foto Freepik. Dikutip dari buku Studi Alquran Teori dan Aplikasinya dalam Penafsiran Ayat Pendidikan oleh Arham Junaidi Firman, cara mengetahui asbabun nusul terbagi dalam dua, yakni mikro dan dengan cara mikro, yaitu mengetahui sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat dalam redaksi Alquran. Namun sayangnya, hanya sedikit redaksi ayat Alquran yang mempunyai asbabun untuk mengetahui asbabun nuzul dengan cara makro, yakni melakukan penelusuran sejarah dan riwayat turunnya sebuah wahyu atau ayat. Metode ini bisa dilakukan dengan mengutip riwayat-riwayat yang dari sumber yang sama, Imam Al Wahidi mengatakan, tidak diperbolehkan seseorang berpendapat mengenai asbabun nuzul. Namun asbabun nuzul harus berdasarkan riwayat yang sahih atau mendengar dari orang-orang yang turut langsung dalam peristiwa asbabun nuzul dan dari mereka yang belajar serta mencarinya dengan ilmu yang benar-benar bagaimana kategori ayat-ayat dalam Alquran. Untuk mengetahui lebih lanjut, simak uraian ayat-ayat dalam AlquranIlustrasi cara mengetahui asbabun nuzul. Foto Freepik. Dikutip dari jurnal yang berjudul Asbabun Nuzul Kajian Historis Turunnya ayat Alquran oleh Syafril, ayat-ayat alquran digolongkan ke dalam dua bagian. Pertama, ayat-ayat yang turun sebagai penjelasan suatu peristiwa. Kedua, ayat-ayat yang turun lebih awal tanpa adanya peristiwa yang mendahului turunnya karakteristik ayat yang turun didahului peristiwa berisi kisah-kisah para nabi. Sedangkan ayat yang turun tanpa peristiwa yang menjadi sebab berisi penjelasan hari kiamat, nikmat surga, dan azab ilmu Azbabun NuzulIlustrasi cara mengetahui asbabun nuzul. Foto Freepik. Sebagian orang beranggapan bahwa ilmu asbabun nuzul tidak ada manfaatnya. Anggapan tersebut salah dan tidak patut untuk dari jurnal yang berjudul Asbabun Nuzul dalam perspektif Pendidikan oleh Iin Kandedes, manfaat mempelajari ilmu azbabun nuzul adalah dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam ayat itu, mempelajari ilmu azbabun nuzul juga dapat mengetahui siapa orang yang menjadi sebab turunnya ayat. Manfaat lainnya yakni membantu seseorang dalam memahami suatu ayat dan menghindarinya dari kesalahpahaman makna ayat. Asbaban-Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya ayat atau beberapa ayat al-Qur'an dimana ayat itu terkait dengan peristiwa tersebut, atau sebagai respon atas peristiwa tersebut, atau menjelaskan hukumnya. d. Mana' al-Qaththan : Asbab an-nuzuladalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan/ melatarbelakangi turunnya al-Qur'an baik B. Macam-Macam dan Pembagian Asbabun Nuzul a. Dilihat dari Sudut Pandang Redaksi-Redaksi yang Dipergunakan dalam Riwayat Asbab An-Nuzul Ada dua jenis redaki yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab an-nuzul, yaitu 1. SharihVisionablejelas Artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab an-nuzul, dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya. Redaksi yang digunakan termasuk sharih bila perawi megatakan “sebab turun ayat ini adalah...” Atau ia menggunakan kata “maka” fa taqibiyah setelah ia mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya ia mengatakan “Telah terjadi..., maka turunlah ayat...” “Rasulullah pernah ditanya tentang..., maka turunlah ayat...” Contoh riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata, “apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling.” Maka turunlah Al-Baqarah ayat 223. “223. isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” Al-Baqarah ayat 223. 2. Muhtamilah Bila perawi mengatakan “Ayat ini turun berkenaan dengan ...” Misalnya, riwayat Ibnu Umar yang menyatakan “ayat,istri-istri kallian adalah ibarat tanah tempat bercocok tanam, turun berkenaan dengan mendatangimenyetubuhi istri dari belakang.” Bukhari. Atau perawi mengatakan “saya kira ayat ini turun berkenaan dengan...” 10 Mengenai riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi “muhtamilah”, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi Ulum Al-Quran “sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan Tabi’in, jika seorang di antara mereka berkata, Ayat ini diturunkan berkenaan dengan...’. Maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.” Skema Redaksi Periwayatan Asbab An-Nuzul b. Dilihat dari Sudut Pandang Berbilangnya Asbab an-Nuzul untuk Satu Ayat atau Berbilangnya Ayat untuk Asbab An-Nuzul 1. Berbilangnya Asbab an-Nuzul untuk satu Ayat Ta’addud As-Sabab wa Nazil Al- wahid Pada kenyataannya, tidak setiap ayat memiliki riwayat asbab an-Nuzul dalam satu versi. Adakalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat asbab an-Nuzul. Tentu saja, hal itu tidak akan menjadi persoalan bila riwayat-riwayat itu tidak mengandung kontradiksi. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara-cara berikut. 11 R e d a k s i R i w a y a t A s b a b A n - N u z u l P a s t i s h a r i h A s b a b A n - N u z u l h a d z i h i a l a y a t k a d z . . . T i d a k P a s t i M u h t a m i l N a z a l a t h a d z i h i a l - a y a t f i k a d z a . . . a. Tidak Mempermasalahkannya Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat-riwayat asbab An-Nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilahtidak pasti. b. Mengambil versi riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi sharih. Cara ini digunakan bila ssalah satu versi riwayat asabab An-Nuzul itu tidak menggunakan redaksi sharihpasti. c. Mengambil versi riwayat yang sahihvalid Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi “sharih”pasti, tetapi kualitas salah satunya tidak sahih. Adapun terhadap variasi riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat, versi berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut. a. Mengambil versi riwayat yang sahih. Cara ini mengambil bila terdapat dua versi riwayat tentang asbab An-Nuzul satu ayat, satu versi berkualitas sahih, sedangkan yang lainnya tidak. Misalnya dua versi riwayat asbab An-Nuzul kontradiktif untuk surat Adh-Dhuha[93] ayat 1-3. b. Melakukan studi selektif tarjih Langkah ini diambil bila kedua versi asbab An-Nuzul yang berbeda-beda itu kualitasnya sama-sama sahih. Seperti asbab An-Nuzul yang berkaitan dengan turunnya ayat tentang roh. c. Melakukan studi kompromi jama’ Langkah ini diambil bila kedua riwayat yang kontradiktif itu sama-sama memiliki status kesahihan hadis yang sederajat dan tidak mungkin dilakukan tarjih. 12 Skema Variasi Periwayatan Asbab An-Nuzul 2. Variasi Ayat untuk Satu Sebab Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid Terkadang suatu kejadian menjadi sebab bagi turunnya, dua ayat atau lebih. Hal ini dalam Ulumul Quran disebut dengan istilah “Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid”terbilang ayat yang turun,sedangkan sebab turunnya satu. Contoh satu kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara yang satu dengan yang lainnya berselang lama adalah riwayat asbab An-Nuzul yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir Ath-Thabari, Ath-Thabrani, dan Ibn Mardawiyah dari Ibn Abbas. Demikian pula Al-Hakim meriwayatkan hadis yang sama, redaksi yang sama dan mengatakan , “Maka Allah menurunkan surah Al-Mujadalah[58] ayat 18-19. 3 C. Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul GtNpH.